Rabu, 22 April 2015

MEMAHAMI TUGAS DAN FUNGSI GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MENURUT AJARAN ALKITAB (Studi Teologis tentang Tugas dan Fungsi Guru PAK



Maaf ngepost ini, kemarin ini adalah salah satu tugas kuliah ku dimatakuliah logika filsafat kebetulan aku dapat topi bagian guru pendidikan kristen. 
harap maklum hehehe


MEMAHAMI TUGAS DAN FUNGSI GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MENURUT AJARAN ALKITAB (Studi Teologis tentang Tugas dan Fungsi Guru PAK

Pendahuluan

Judul makalah ini adalah ”Memahami Tugas dan Fungsi Guru Pendidikan Agama Kristen Menurut Ajaran Alkitab (Studi Teologis tentang Tugas dan Fungsi Guru PAK).” Pembahasan dalam makalah ini bersifat Teologis-praktis, diawali dengan memaparkan secara singkat pandangan tokoh-tokoh Gereja berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen. Diharapkan hal ini memberikan gambaran konkrit akan krusialitas Pendidikan Agama Kristen dalam perkembangan Gereja terdahulu dan meyakininya ~ memiliki kontribusi positif bagi perkembangan Gereja/pendidik masa kini. Dilanjutkan dengan menguraikan pandangan Alkitab terhadap Pendidikan Agama yang diruntut mulai dari sejarah Bangsa Israel (PL), dalam Perjanjian Baru (Yesus Sang Guru Agung), yang akhirnya secara praktis menjadi sebuah pemahaman akan tugas dan fungsi Guru PAK masa kini.



Pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK) sebenarnya berasal dari Bahasa Inggris Christian Education. Sengaja diterjemahkan demikian, bukan harafiah ”Pendidikan Kristen,” karena pengertiannya yang agak berbeda. Istilah Pendidikan Kristen dalam Bahasa Indonesia menunjuk pada pengajaran biasa tetapi diberikan dalam nuansa Kristen; juga dapat berarti Sekolah-sekolah yang dijalankan oleh Gereja atau organisasi/Yayasan Kristen. Istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK) dibedakan dengan istilah Pendidikan Kristen karena PAK merupakan pendidikan yang berporos pada pribadi Tuhan Yesus Kristus dan Alkitab sebagai dasar atau acuanya.
Menurut Agustinus PAK adalah pendidikan dengan tujuan supaya orang ”melihat Allah” dan ”kehidupan bahagia” dengan cara para pelajar sudah diajar secara lengkap dari ayat pertama Kitab Kejadian ”pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” sampai ”arti penciptaan itu pada masa Gereja sekarang ini.” Pelajaran Alkitab difokuskan pada perbuatan hebat Allah.
Sedangkan Marthen Luther mengemukakan bahwa PAK adalah pendidikan dengan melibatkan semua warga Jemaat dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam Firman Tuhan yang memerdekakan mereka disamping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis (Alkitab) dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mampu melayani sesamanya termasuk Masyarakat dan Negara serta mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen.
Calvin mengemukakan bahwa PAK adalah pendidikan yang bertujuan mendidik putra-putri Gereja agar mereka, (1) dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus; (2) diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan Gereja; dan (3) diperlengkapi memilih cara-cara menge-jawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa Yesus Kristus dalam gelanggang pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaan-Nya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.
Sedangkan menurut Werner, ia mengemukakan bahwa PAK adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan pada Alkitab, berpusatkan pada Kristus, yang bergantung pada kuasa Roh Kudus, yang berusaha membimbing pribadi-pribadi pada semua tingkat pertumbuhan, melalui cara-cara pengajaran masa kini kearah pengenalan dan pengalaman tentang rencana dan kehendak Allah melalui Kristus di dalam setiap aspek hidup.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Kristen yang Alkitabiah harus mendasarkan diri pada Alkitab sebagai Firman Allah dan menjadikan Kristus sebagai pusat beritanya dan harus bermuara pada hasilnya yaitu murid dewasa. Alkitab sebagai sumber pengajaran PAK harus diyakini sebagai Firman Allah tanpa salah karena diwahyukan oleh Roh Kudus. Itulah sebabnya para pengajar dan pelajar PAK memerlukan penerangan oleh Roh Kudus.

Pendidikan Agama dalam Perjanjian Lama
            Kepedulian Perjanjian Lama terhadap Pendidikan Agama sangat nyata. Dalam Ulangan 6:4-9, disana sasaran dan pola Pendidikan Agama ditujukan. Ditegaskan bahwa umat Allah berkewajiban untuk mewariskan kebenaran ilahi itu kepada generasi penerusnya. Tanggung jawab tersebut harus dilakukan dengan kegigihan dan dengan tidak mengenal lelah. Juga, dengan memanfaatkan segala peluang dan sarana yang tersedia secara maksimal.
Dari ayat-ayat ini ketekunan dalam melaksanakan tugas adalah penting dan nyata sekali ”berulang-ulang” (ay. 7). Menyatunya orang percaya dalam panggilan tugas (mengajar dan mendidik) adalah mencerminkan hubungan pribadi dengan Pencipta-Nya. Ketekunan dalam pengajaran kebenaran Firman harus mencerminkan kadar kasih orang percaya kepada Allahnya (ay. 5). Selain itu, seluruh aktifitas Pendidikan Agama harus dilaksanakan dalam kesadaran akan kehadiran Pribadi Allah sendiri (ay. 4). Hal ini dimaksudkan untuk menyadarkan pentingnya ketergantungan kepada-Nya (pengajaran dan pengelolaan) dan juga mengingatkan bahwa tujuan akhir seluruh kegiatan adalah terletak disana ~ kehadiran Allah.
Jelas sekali bahwa Perjanjian Lama memandang Pendidikan Agama lebih dari suatu kegiatan yang berurusan dengan soal penggarapan akal. Bidang garapan Pendidikan Agama menjamah dimensi yang lebih luas dan diarahkan pada perubahan sikap, dan khususnya perubahan hidup para peserta didik. Dengan kata lain, Perjanjian Lama tidak melihat Pendidikan Agama sebagai usaha penyaluran ilmu, tetapi suatu proses pengubahan hidup. Penguasaan pengetahuan hanyalah batu loncatan untuk menghasilkan perubahan hidup.

a. Isi Pendidikan Agama dalam Perjanjian Lama
            Umat Yahudi pada umumnya dan setiap keluarga pada khususnya ditugaskan untuk menyampaikan kekayaan iman tentang bangsa pilihan Allah ini kepada generasi baru. Pusat Pendidikan Agama adalah Keluarga, terutama sang Ayah yang bertanggung jawab dalam Pendidikan Agama kepada keluarganya, seperti dinyatakan dalam kitab Ulangan 6:4-9.
Pengajaran Agama dalam PL berpusat pada Hukum Allah dan Korban melalui sistem imamat. Allah telah memberikan Sepuluh Hukum kepada umat Israel (Kel. 20:1-17) dan perintahkan untuk mengasihi Allah (Ul.6:4-9). Selain itu, juga adanya peraturan-peraturan yang mengatur tata ibadah dan hubungan sosial. Umat Israel harus melaksanakan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang telah diberikan kepada mereka. Namun hukum-hukum tersebut hanya sasaran antara pengajaran tentang Korban.
Jadi sesungguhnya Perjanjian Lama secara orisinil mengajar kepada umat Allah untuk bersandar pada tahta anugerah Allah melalui sistem Korban. Melalui hukum-hukum yang diberikan Allah, umat Allah dibawa pada kesadaran bahwa diri mereka adalah orang berdosa yang memerlukan anugerah dan pengampunan dari Allah Juruselamatnya.

b. Pengajar Pendidikan Agama dalam PL
            Allah sendiri sebagai pemrakarsa dan pengajar utama Pendidikan Agama dalam Perjanjian Lama (Hos.11:1-4). Dalam mengajar umat-Nya, Allah sering menggunakan empat golongan Pemimpin orang Israel, yakni: Para Imam (Bil. 3), Para Nabi (Yunus, Mikha, dsb), Kaum Bijaksana (Ams. 1-2, 6:1), dan Kaum Penyair (Mazmur). Disamping mereka, dalam mengajar kepada setiap keluarga dijalankan oleh Kepala Keluarga yaitu Suami dan Istri atau orang tua dari anak-anak. Anak laki-laki orang Yahudi juga mendapatkan pendidikan formal dalam sekolah Yahudi. Sedangkan anak-anak perempuan mendapatkan pengajaran dari Ayah mereka.

c. Metode Penyampaian Pendidikan Agama dalam PL
            Tangung jawab yang berat sebagai ”bangsa pilihan” dalam mengajarkan Pendidikan Agama, orang Israel dituntut untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan. Perintah ini harus diajarkan berulang-ulang dari generasi ke generasi dan ini menjadi tanggung jawab sang Ayah untuk mengajarkannya kepada anak-anaknya.
Metode pengajaran yang digunakan antar lain adalah: metode menghafal (Ul. 6:4-9; Ams. 22:6;Maz.119:11,105), membagikan cerita kepada kaum muda tentang peristiwa-peristiwa bermakna (Yos.4:6-7;bnd Kel.12:24-27). Bahkan sekolah-sekolah formal Yahudi juga menggunakan metode hafalan. Anak laki-laki ketika berumur 6 tahun, mereka mempelajari huruf-huruf Ibrani. Setelah itu mereka melanjutkan sekolah di Beth Talmud untuk mempelajari Taurat Lisan yang terdiri dari Misyna, Talmud dan Haggadah. Mereka yang lulus di Beth Talmud inilah yang nantinya menjadi guru-guru disekolah-sekolah Yahudi tingkat Dasar. Mula-mula mereka harus menghafal 22 abjad Ibrani, kemudian menghafal kata-kata. Hal ini penting mengingat mula-mula bahasa Ibrani tidak mengenal huruf vokal. Dengan tradisi menghafal inilah kemurnian PL terjaga setelah bahasa Ibrani dibubuhkan vokal dalam tulisannya.

Pendidikan Agama dalam Perjanjian Baru
            Penekanan terhadap keutamaan Pendidikan Agama juga menjiwai seluruh Perjanjian Baru. Tekanan ini terlihat jelas dalam diri dan pelayanan Yesus. Hidup dan pelayanan Yesus menjadi landasan Pendidikan Kristen. Salah satu gelar penting yang dikenakan kepada-Nya adalah ”Rabbi” (Mat. 26:25, 49; Mark. 9:5, dll).
Sebagai Guru Agung, Ia memulai pelayanan-Nya dengan mencari pribadi-pribadi yang akan didik menjadi murid-Nya (Yakobus, Yohanes, Petrus Andreas, dll). Yang ditemukan-Nya bukanlah orang yang hebat dan luar biasa, tetapi orang biasa yang penuh kekurangan dan kelemahan ~ yang lebih mengagetkan lagi yang namanya Yudas Iskariot (Luk.6:16).
Meskipun demikian, kehebatan Yesus sebagai Guru Agung justru terletak disini. Ia mampu melihat apa yang tidak diamati orang lain. Oleh sentuhan-Nya, orang-orang biasa yang tidak diperhitungkan dunia telah diperlengkapi-Nya, sehingga mampu bertindak untuk menghasilkan perkara-perkara yang teramat mengagumkan bagi siapa saja.
Kehebatan Yesus sebagai Guru/pendidik juga ditunjukkan melalui cara kerja-Nya. Kreatifitas dalam pelaksanaan tugas ditunjukkan. Ia telah menggunakan teknik pengajaran yang sangat bervariasi: ceramah, tanya jawab, lukisan, cerita, bahkan model pelatihan. Sisi lain dari Yesus sebagi Pendidik, terlihat juga dalam kecakapan-Nya menggarap konsep-konsep yang abstrak (Sorga, Neraka, Dosa, Pengampunan, Kerajaan Allah, kebenaran, keadilan, dst). Namun demikian, Yesus tidak pernah mengijinkan pengajaran mengenai masalah yang abstrak ini menjerumuskan-Nya kedalam diskusi yang bersifat spekulatif. Sebaliknya, persoalan yang abstrak tersebut justru dikaitkan dengan semua permasalahan praktis sehingga menjamah pergumulan hidup sehari-hari.
Dari semua ini, bagi-Nya pengajaran bukanlah soal penajaman penalaran belaka tetapi proses pemahaman yang harus menuntun kepada perubahan hidup. Keberhasilan pengajaran adalah menghasilkan hidup yang semakin berkenan kepada Allah.

Relevansi Teologis-Praktis bagi Guru Pendidikan Agama Kristen Masa Kini
dalam Memahami Tugas dan Fungsinya
            Dalam memahami tugas dan fungsi Guru Pendidikan Agama Kristen masa kini ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain; Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan bahwa kata ”Tugas” berarti, sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan; pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang; pekerjaan yang dibebankan. Sedangkan kata ”Fungsi” berarti; jabatan (pekerjaan) yang dilakukan. Disamping itu, kata Guru, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Dari definisi ini ada beberapa hal penting dalam memahami tugas dan fungsi Guru Pendidikan Agama Kristen, antara lain;
1. Motivasi dalam Mengajar: Berbicara tentang Guru berarti itu adalah sebuah Profesi. Profesi sering dikaitkan dengan hak. Apa yang menjadi motivasi anda mengajar? Panggilan atau karena terpaksa. Karena ingin memberikan sesuatu dari profesi atau menginginkan sesuatu dari profesi? Buang muatan-muatan yang tidak baik dalam diri kita (pikiran, nilai-nilai, kecurangan, dll) yang membebani kita dalam menghidupi tugas dan fungsi kita sebagai Guru.
2. Metode Yang Digunakan dalam Mengajar: Belajarlah dari Yesus Sang Guru Agung, yang kreatif menggunakan metode dalam mengajar (memenangkan perhatian, menggunakan pertanyaan, menggunakan ilustrasi, menggunakan ceramah, menggunakan model, Malcom S. Knowles= sistem pedagogi vs andragogi). Seorang pengajar haruslah memilih metode yang paling tepat untuk memperoleh perhatian dan mempertahankan minat dari murid. Setiap metode yang digunakan pengajar harus dapat membangkitkan perhatian kepada para murid untuk mendengar, melihat, mengatakan dan mengerjakan apa yang diajarkan kepada mereka. (Lihat, Ajarlah Mereka Melakukan, peny., Dr. Andar Ismail (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1999), 98.
3. Manfaat yang diperoleh dalam Mengajar: Di dalam setiap hak terdapat kewajiban. Semakin besar haknya, semakin berat pula tanggung jawab yang terkait di dalamnya. Temukan manfaat di dalam setiap tanggung jawab anda. Meskipun keadaan dimana anda mengajar keruh, jangan mau pikiran anda, tanggung jawab anda ikut keruh. Jangan hanya menuntut hak tetapi kewajiban dilupakan. Terlalu banyak orang yang terdiam terhadap kewajiban dan bersuara jika hak didiamkan.










Kesimpulan
            Beban dan tanggung jawab sebagai pengajar sangatlah besar. Namun kita harus belajar bersyukur. Sebab Tuhan yang memberi mandat untuk tugas ini dan Ia berjanji ”Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir jaman (Mat.28:20).” Kita juga harus pahami bahwa Tuhan tidak pernah menuntun kita kepada kesulitan yang mustahil untuk dipecahkan. Masalah, kesulitan dan tantangan pasti ada dalam menjalankan tanggung jawab. Karena itu pahamilah bahwa Allah butuh anda untuk membawa perubahan anak didik menjadi pribadi-pribadi yang mengalami perubahan hidup. Masa depan anak didik, lembaga/Sekolah juga bagian dari pergumulan anda.

























Bibliografi:
1. Enklaar, E.G. Homrighausen. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Mulia, 1982.
2. Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan dan Praktek PAK dari Plato sampai Ig. Loyola, cetakan 3. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1994.
3. Graendorf, Werner C. Introduction to Biblical Christian Education. Chicago: Moody Press, 1988.
4. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,”Tugas” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
5. Kadarmanto, Ruth. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
6. Sidjabat, B.S. Teori Belajar Aktif dalam Pembelajaran PAK dalam Situs Blogger STT Tiranus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar