Name : Erna Uli Simbolon
Npm : 12120466
Asal Mula – Tungkot Tunggal Panaluan
Tungkot Tunggal Panaluan adalah salah satu seni dari
suku Batak yang sudah terkenal diseluruh dunia, yang diukir menurut kejadian
sebenarnya dari kayu tertentu yang juga memiliki kesaktian.
Inilah kisah singkat tentang asal mula Tungkot Tunggal
Panaluan. Zaman dahulu di huta Sidogordogor Pangururan tinggallah keluarga yang
sudah lama tidak mempunyai keturunan 7 tahun lamanya, Guru Hatahutan dan
istrinya Nasindak Panaluan. Akhirnya keluarga inipun dikaruniai keturunan
setelah selama 7 tahun penantian berdoa kepada Ompu Mula Jadi Na Bolon. Setalah
13 bulan lamanya mengandung lahirlah anak dari mereka Linduak (=kembar)
laki-laki dan perempuan.
Kemudian diadakanlah pesta Martutu Aek (memberi nama)
kepada kedua anak itu yang saat itu upacara atau pesta ini dipimpin oleh Agama
Parbaringin. Setelah diadakan ritual untuk dalam acara Martutu Aek tersebut,
dinamailah anak laki-laki Aji Donda Hatautan dan anak perempuan itu Siboru Tapi
Nauasan. Penatua Huta atau tokoh masyarakat menganjurkan kedua anak tersebut
agar dipisahkan agar dikemudian hari tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Hari, minggu dan tahunpun berlalu anak itupun tumbuh
dewasa. Tanpa disadari oleh kedua orangtuanya kedua anak itupun timbul rasa
saling mencintai dan sangat akrab sekali dan selalu bersama-sama kemanapun
mereka pergi. Suatu ketika mereka pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar
bersama seekor anjing. Dikesunyian ditengah hutan tersebut tumbuhlah rasa cinta
yang semakin bergejolak diantara mereka yang akhirnyapun mereka melakukan
hubungan seksual. Setelah itu Siboru Tapi Nausan melihat bauh dari pohon Si Tua
Manggule dan meminta saudara kembarnya Si Aji Donda Hatautan agar mereka makan.
Si Aji Donda Hatautan memanjat pohon itu dan memakan buahnya, tiba-tiba saat
itupun melekat pada pohon itu dan tidak bisa bergerak kemudian Siboru Tapi
Nausanpun ikut memanjat pohon tersebut dan memkan buahnya akhirnya keduapun
lengket dipohon tersebut. Merekapun berusaha untuk melepaskan diri dari pohon
tersebut namun sia-sia. Anjing yang ikut bersama merekapun pulang ke huta untuk
memberitahukan kejadian tersebut.
Akhirnya datanglah orangtuanya bersama dengan Datu
(orang sakti) untuk melepaskan mereka dari pohon tersebut. Guru Guta Balian
bersama empat orang Datu yang lain merusaha untuk meleaskan anak kembar itu
dari pohon itu, namun usaha merekapun sia-sia. Merekapun ikut melekat pada
pohon Piupiu Tunggale tersebut dan meninggal pada pohon itu. Atas kejadian
tersebut diukirlah patung tongkat untuk mengenang kejadian ini, inilah urutan
yang melekat pada pohon tersebut pada ukiran Tongkat Tunggal Panaluan itu, Si
Aji Donda Hatautan, Siboru Tapi Nauasan, Datu Pulu Panjang Na Uli, Si
Parjambulan Namelbuselbus, Guru Mangantar Porang, Si Sanggar Meoleol, Si Upar
Manggalele, Barit Songkar Pangururan.
Mitos ini adalah sebagai bentuk pengajaran turun
temurun buat suku Batak khususnya agar menghargai Tona/ saran orangtua. Menurut
terjadinya tunggal Panaluan merupakan hukuman dari Dewa-dewi, karena kedua anak
kembar tersebut melakukan hubungan badan yang tidak sepantasnya. Kedua anak
tersebut melekat pada pohon yang sedang berbuah menandakan bahwa Siboru Tapi
Nauasan telah mengandung dari kakaknya Si Aji Donda Hatautan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar